psikolinguistik |
Pengertian
Psikolinguistik
Secara etimologi kata psikolinguistik
berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. Kata psyche
berarti “jiwa, roh, atau sukma”. Sedangkan kata logos berarti “ilmu”.
Jadi, psikologi secara harfiah berarti “ilmu jiwa”, atau ilmu yang objek
kajiannya adalah jiwa[1].Sedangkan
linguistik secara umum bisa diartikan sebagai ilmu tentang bahasa atau
ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.
Secara
etimologi sudah disinggung bahwa psikologi dan linguistik adalah
cabang ilmu yang berbeda, namun keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai
objek formalnya.Istilah psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun
1954, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics : A Survey of theory
and research prolems yang disunting oleh Charles E. Osgood dan thomas A.
Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat[2].
Secara
terminologi, menurut Robert Lado psikolinguistik adalah pendekatan gabungan
melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa,
bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan
itu yang tidak begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua
ilmu tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri[3].
Menurut Emmon Bach psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana
sebenarnya para pembicara atau pemakai sesuatu bahasa membentuk atau membangun
atau mengerti kalimat-kalimat bahasa tersebut[4].
Menurut Lila R. Gleitman psikolinguistik adalah telaah mengenai perkembangan
bahasa pada anak-anak ; suatu introduksi teori linguistik ke dalam
masalah-masalah psikologis[5].
Sedangkan menurut Herley psikolinguistik adalah studi tentang proses-proses
mental dalam pemakaian bahasa[6].
Dari
definisi-definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
psikolinguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang
proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam berbahasa.
Psikolinguistik
mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang
mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia (Slobin, 1974; Meller,
1964; Slama Cazahu, 1937). Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik
adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan
secara psikologi menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya[7].
Objek dan Ruang Lingkup
Psikolinguistik
Sebagaimana
disiplin ilmu yang baru, psikolinguistik juga memiliki objek kajian sebab salah
satu syarat berdirinya suatu disiplin ilmu adalah adanya objek kajian. Pada
dasarnya, objek dari psikolinguistik itu adalah bahasa yang berproses pada jiwa
manusia[8].
Dengan kata lain, bahasa yang dilihat dari aspek-aspek psikologi. Orang yang
sedang marah akan lain perwujudan bahasanya dengan orang yang sedang gembira,
titik berat psikolinguistik adalah dari segi bahasa yang diucapkan, dan bukan
gejala jiwa. Itu sebabnya dalam batasan-batasan psikolinguistik yang telah
dikemukakan, selalu ditonjolkan proses bahasa yang terjadi pada otak. Baik
proses yang terjadi pada otak pembicara, maupun proses yang terjadi di otak
pendengar[9].
Perbedaan
objek linguistik dan psikolinguistik adalah bahwa linguistik mengkaji bahasa
dalam kancah kehidupan yang sebenarnya, sedangkan psikolinguistik mengkaji
bahasa yang berproses dalam jiwa manusia. Sesuatu yang berproses dalam jiwa
manusia itu lebih tepat apabila didekati dengan pendekatan psikologi. Namun
demikian, karena yang berproses dalam jiwa manusia itu bahasa, maka upaya
pendekatannya pun dilakukan dengan pendekatan psikolinguistik. Dalam hal ini,
berarti pendekatan objek dengan menggunakan salah satu diantaranya (psikologi/linguistik)
sulit dilakukan.Upaya pendekatannya hanya dapat digunakan menggunakan cara dari
dua disiplin tersebut yang kemudian digabung dalam wujud psikolinguistik[10].
Dengan mencoba
menganalisis objek linguistik dan objek psikologi dan titik berat kajian
psikolinguistik, dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang lingkup psikolinguistik
mencoba memberikan bahasa dilihat dari aspek psikologi dan sejauh yang dapat
dipikirkan oleh manusia. Itu sebabnya topik-topik
penting yang menjadi lingkupan psikolinguistik adalah :
a. Proses bahasa dalam komunikasi dan pikiran.
b. Akuisisi bahasa.
c. Pola tingkah laku berbahasa.
d. Asosiasi verbal dan persoalan makna.
e. Proses bahasa pada orang yang abnormal.
f. Persepsi ujaran dan kognisi[11].
Subdisiplin Psikolinguistik
Dari keterangan di atas
bisa kita lihat bahwa disiplin psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang
sangat luas dan kompleks. Psikolinguistik telah berkembang pesat sehingga
melahirkan beberapa subdisiplin psikolinguistik itu adalah:
a. Psikolinguistik Teoritis
Subdisiplin ini membahas
teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses-proses mental manusia dalam
berbahasa, misalnya dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan
wacana, dan rancangan intonasi.
b. Psikolinguistik Perkembangan
Subdisiplin
ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama
(B1) maupun pemerolehan bahasa kedua (B2). Subdisiplin ini mengkaji proses
pemerolehan fonologi, proses pemerolehan semantik, dan proses pemerolehan
sintaksis secara berjenjang, bertahap, dan terpadu.
c. Psikolinguistik Sosial
Subdisiplin
ini berkenaan dengan aspek-aspek sosial bahasa. Bagi suatu masyarakat-bahasa,
bahasa itu bukan hanya merupakan satu gejala dan identitas sosial saja, tetapi
juga merupakan suatu ikatan batin dan nurani yang sukar ditinggalkan.
d. Psikolinguistik Pendidikan
Subdisiplin
ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di
sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran
kemahiran berbahasa, dan pengetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa
dalam proses memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.
e. Psikolinguistik-Neurologi (Neuropsikolinguistik)
Subdisiplin
ini mengkaji antara bahasa, berbahasa, dan otak manusia. Para pakar neurologi
telah berhasil menganalisis struktur biologis otak, serta telah memberi nama
pada bagian-bagian struktur otak itu. Namun, ada pertanyaan yang belum dijawab
secara lengkap, yaitu apa yang terjadi dengan masukan bahasa dan bagaimana
keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk dalam otak itu.
f. Psikolinguistik Eksperimen
Subdisiplin
ini meliput dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada
satu pihak dan perilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.
h. Psikolinguistik Terapan
Subdisiplin ini berkaitan
dengan penerapan dari temuan-temuan enam sub disiplin psikolinguistik di atas
ke dalam bidang-bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termasuk subdisiplin
ini ialah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa,
pengajaran membaca neurologi, psikiatri, komunikasi, dan susastra[12].
Hubungan Psikolinguistik
dan Pembelajaran Bahasa
Pembelajaran bahasa
mengacu pada proses pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak
memperoleh bahasa pertamanya (B1). Untuk masalah yang dibicarakan ini ada pakar
yang menyebut dengan istilah pembelajaran bahasa (leanguage learning) dan ada
pula yang pemerolehan bahasa (language acquisition) kedua. Digunakannya istilah
pembelajaran bahasa karena diyakini bahwa bahasa kedua dapat dikuasai hanya
dengan proses belajar, dengan cara sengaja dan sadar. Hal ini berbeda dengan
penguasaan bahasa pertama atau bahasa ibu yang diperoleh secara alamiah, secara
tidak sadar di dalam lingkungan keluarga pengasuh kanak-kanak itu. Bagi mereka
yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa kedua (ketiga, dan seterusnya)
beranggapan bahwa bahasa kedua itu juga merupakan sesuatu yang dapat diperoleh,
baik secara formal dalam pendidikan formal, maupun informal dalam lingkungan
kehidupan. Dalam masyarakat yang bilingual atau multibilingual pemerolehan
bahasa kedua secara informal ini bisa saja terjadi, seperti di daerah pinggiran
Jakarta di mana bahasa Melayu Betawi bertumpang tindih dengan bahasa Sunda,
membuat banyak kanak-kanak sekaligus memperoleh kemampuan berbahasa Melayu
dialek Jakarta dan berbahasa Sunda[13].
Psikolinguistik sangat
erat hubungannya dengan pembelajaran bahasa, karena di samping ruang lingkup
pembahasan psikolinguistik mencakup pembahasan fenomena pemerolehan dan
pembelajaran bahasa, ia juga membahas bagaimana pembelajaran bahasa yang baik.
Begitu juga pembelajaran bahasa Arab, yang mengikuti prinsip pendidikan,
prinsip psikologis, dan prinsip linguistik, di mana ketiga prinsip ini
merupakan titik temu antara linguistik dan pembelajaran bahasa. Di sini penulis
akan memaparkan titik temu psikolinguistik dengan pembelajaran bahasa Arab
berdasarkan prinsip pendidikan, psikologis, dan linguistik[14].
a. Prinsip Pendidikan
Prinsip
ini berkaitan dengan komponen kurikulum, yaitu: tujuan, metode, materi, dan
evaluasi pembelajaran. Dalam menentukan tujuan pembelajarannya, seorang guru
bahasa Arab harus mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya: motivasi,
kemampuan, perbedaan individu, dan lain-lain. Sedangkan metode pembelajaran
bahasa, harus mengikuti pendekatan atau teori pembelajaran behaviorisme atau
kognitivisme. Beberapa metode dengan pendekatan behaviorisme adalah metode
langsung (الطريقة المباشرة),audiolingual (الطريقة السمعية الشفوية). Sedangkan metode dengan pendekatan
kognitivisme di antaranya adalah metode silent way (الطريقة الصامتة), kaidah tarjamah (الطريقة القواعد و
الترجمة). Begitu juga dalam materi pembelajaran bahasa Arab, guru juga
harus menyesuaikan materi dengan kecenderungan pelajar (ميول الطلاب), signifikansi materi (أهمية) untuk pelajar[15].
b. Prinsip Psikologis
Dari sudut prinsip
psikologis, dapat dilihat hubungan antara psikolinguistik dengan pembelajaran
bahasa dari kaitan metode pembelajaran bahasa dengan teori psikologi
pembelajaran. Ada dua teori besar psikologi pembelajaran yaitu behaviorisme dan
kognitivisme. Teori behaviorisme memfokuskan pembelajaran dengan teknik
pembiasaan, pengulangan, peniruan, penguatan, dan pengaruh, di mana teknik ini
sesuai dengan metode langsung yang membiasakan pelajar dengan bahasa tujuan
dengan meninggalkan bahasa asli pelajar, begitu juga audiolingual yang
memfokuskan pembelajaran bahasa dengan meniru dan mengulang-ngulang pelajaran
bahasa.
Sementara itu, teori kognitivisme
memfokuskan pembelajaran bahasa dengan teknik pemahaman dan pendalaman dari
segi kemampuan bahasa (الكفاية اللغوية). Daripada performansi bahasa (الأداء اللغوية) tersebut sebagaimana yang didengungkan
oleh behaviorisme. Konsep ini sesuai dengan metode kaidah –tarjamah dan metode silent
way[16].
c. Prinsip Linguistik
Dari sudut prinsip
linguistik, kita dapat melihat hubungan antara psikolinguistik dengan
pembelajaran bahasa dari kaitan metode pembelajaran bahasa dengan teori
linguistik. Teori linguistik adalah teori yang mengkaji analisa bahasa, di mana
ada dua aliran besar yaitu: strukturalisme dan transformatif-generatif.
Struktualisme menganggap
asal bahasa adalah ucapan-ucapan yang dalam perjalanannya dirumuskan dengan
tujuan memudahkan pembelajaran bahasa. Sehingga pembelajaran bahasa mestinya
diajarkan dengan teknik peniruan, pembiasaan, pengulangan, sebagaimana
pandangan behaviorisme. Sedangkan transformatif-generatif menganggap kaidah
merupakan jembatan yang menghubungkan antara penutur dengan pendengar, sehingga
keduanya harus menguasainya agar komunikasi seimbang. Oleh karena itu, teori
ini berpandangan bahwa pembelajaran bahasa hendaknya memfokuskan kepada
penguasaan kaidah bahasa, agar mempu berkomunikasi nantinya[17].
Demikianlah hubungan
psikolinguistik dengan pembelajaran bahasa Arab berdasarkan tiga prinsip, yaitu
prinsip pendidikan, prinsip psikologis, dan prinsip linguistik.
[1]Abdul Chaer,
Psikolinguistik (Kajian Teoretik), (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), cet.
II, hlm. 2
[2]Ibid., hlm.
5
[3]Henry Guntur
Tarigan, Psikolinguistik, (Bandung: Angkasa, 1985), cet. II, hlm. 3
[4]Ibid., hlm.
3
[5]Ibid., hlm.
4
[6]Soenjono
Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia,
(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), hlm. 7
[7]Abdul Chaer,
Op. Cit., hlm. 5
[8]Eko Suroso, Psikolinguistik,
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), hlm. 7
[9]http://kujuk-kujuknyalukman.blogspot.co.id/2012/03/bab-i-psikolinguistik-dan-kajiannya,html?m=1
[10]Eko Suroso, Op.
Cit., hlm. 9
[11]Saska al Bahiyy, “Psikolinguistik dan Ruang Lingkupnya”, (http://saska-albahiyy.blogspot.co.id/2012/11/psikolinguistik-dan-ruang-lingkupnya.html?m=1 diakses pada 11 Maret 2017)
[12]Abdul Chaer,
Op. Cit., hlm. 7
[13]Ibid., hlm.
242
[14]Mochamad
Ismail, “Peranan Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, (http://ejournal.uinda.gontor.ac.id/index.php/tadib/aticle/view/508 diakses
pada 11 Maret 2017)
[15]Ibid
[16]Ibid
[17]Ibid
0 comments:
Post a Comment