Saturday, March 17, 2018



psikolinguistik


Pengertian Psikolinguistik
Secara etimologi kata psikolinguistik berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. Kata psyche berarti “jiwa, roh, atau sukma”. Sedangkan kata logos berarti “ilmu”. Jadi, psikologi secara harfiah berarti “ilmu jiwa”, atau ilmu yang objek kajiannya adalah jiwa[1].Sedangkan linguistik secara umum bisa diartikan sebagai ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya.

Secara etimologi sudah disinggung bahwa psikologi dan linguistik adalah cabang ilmu yang berbeda, namun keduanya sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya.Istilah psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku psycholinguistics : A Survey of theory and research prolems yang disunting oleh Charles E. Osgood dan thomas A. Sebeok, di Bloomington, Amerika Serikat[2].

Secara terminologi, menurut Robert Lado psikolinguistik adalah pendekatan gabungan melalui psikologi dan linguistik bagi telaah atau studi pengetahuan bahasa, bahasa dalam pemakaian, perubahan bahasa, dan hal-hal yang ada kaitannya dengan itu yang tidak begitu mudah dicapai atau didekati melalui salah satu dari kedua ilmu tersebut secara terpisah atau sendiri-sendiri[3]. Menurut Emmon Bach psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana sebenarnya para pembicara atau pemakai sesuatu bahasa membentuk atau membangun atau mengerti kalimat-kalimat bahasa tersebut[4]. Menurut Lila R. Gleitman psikolinguistik adalah telaah mengenai perkembangan bahasa pada anak-anak ; suatu introduksi teori linguistik ke dalam masalah-masalah psikologis[5]. Sedangkan menurut Herley psikolinguistik adalah studi tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa[6].

Dari definisi-definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam berbahasa.

Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964; Slama Cazahu, 1937). Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya[7].

Objek dan Ruang Lingkup Psikolinguistik

Sebagaimana disiplin ilmu yang baru, psikolinguistik juga memiliki objek kajian sebab salah satu syarat berdirinya suatu disiplin ilmu adalah adanya objek kajian. Pada dasarnya, objek dari psikolinguistik itu adalah bahasa yang berproses pada jiwa manusia[8]. Dengan kata lain, bahasa yang dilihat dari aspek-aspek psikologi. Orang yang sedang marah akan lain perwujudan bahasanya dengan orang yang sedang gembira, titik berat psikolinguistik adalah dari segi bahasa yang diucapkan, dan bukan gejala jiwa. Itu sebabnya dalam batasan-batasan psikolinguistik yang telah dikemukakan, selalu ditonjolkan proses bahasa yang terjadi pada otak. Baik proses yang terjadi pada otak pembicara, maupun proses yang terjadi di otak pendengar[9].

Perbedaan objek linguistik dan psikolinguistik adalah bahwa linguistik mengkaji bahasa dalam kancah kehidupan yang sebenarnya, sedangkan psikolinguistik mengkaji bahasa yang berproses dalam jiwa manusia. Sesuatu yang berproses dalam jiwa manusia itu lebih tepat apabila didekati dengan pendekatan psikologi. Namun demikian, karena yang berproses dalam jiwa manusia itu bahasa, maka upaya pendekatannya pun dilakukan dengan pendekatan psikolinguistik. Dalam hal ini, berarti pendekatan objek dengan menggunakan salah satu diantaranya (psikologi/linguistik) sulit dilakukan.Upaya pendekatannya hanya dapat digunakan menggunakan cara dari dua disiplin tersebut yang kemudian digabung dalam wujud psikolinguistik[10].

Dengan mencoba menganalisis objek linguistik dan objek psikologi dan titik berat kajian psikolinguistik, dapat ditarik kesimpulan bahwa ruang lingkup psikolinguistik mencoba memberikan bahasa dilihat dari aspek psikologi dan sejauh yang dapat dipikirkan oleh manusia. Itu sebabnya topik-topik penting yang menjadi lingkupan psikolinguistik adalah :
a. Proses bahasa dalam komunikasi dan pikiran.
b. Akuisisi bahasa.
c. Pola tingkah laku berbahasa.
d. Asosiasi verbal dan persoalan makna.
e. Proses bahasa pada orang yang abnormal.
f. Persepsi ujaran dan kognisi[11].

 Subdisiplin Psikolinguistik

Dari keterangan di atas bisa kita lihat bahwa disiplin psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan kompleks. Psikolinguistik telah berkembang pesat sehingga melahirkan beberapa subdisiplin psikolinguistik itu adalah:

a. Psikolinguistik Teoritis
Subdisiplin ini membahas teori-teori bahasa yang berkaitan dengan proses-proses mental manusia dalam berbahasa, misalnya dalam rancangan fonetik, rancangan pilihan kata, rancangan wacana, dan rancangan intonasi.

b. Psikolinguistik Perkembangan
Subdisiplin ini berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama (B1) maupun pemerolehan bahasa kedua (B2). Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses pemerolehan semantik, dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang, bertahap, dan terpadu.

c. Psikolinguistik Sosial
Subdisiplin ini berkenaan dengan aspek-aspek sosial bahasa. Bagi suatu masyarakat-bahasa, bahasa itu bukan hanya merupakan satu gejala dan identitas sosial saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan batin dan nurani yang sukar ditinggalkan.

d. Psikolinguistik Pendidikan
Subdisiplin ini mengkaji aspek-aspek pendidikan secara umum dalam pendidikan formal di sekolah. Umpamanya peranan bahasa dalam pengajaran membaca, pengajaran kemahiran berbahasa, dan pengetahuan mengenai peningkatan kemampuan berbahasa dalam proses memperbaiki kemampuan menyampaikan pikiran dan perasaan.

e. Psikolinguistik-Neurologi (Neuropsikolinguistik)
Subdisiplin ini mengkaji antara bahasa, berbahasa, dan otak manusia. Para pakar neurologi telah berhasil menganalisis struktur biologis otak, serta telah memberi nama pada bagian-bagian struktur otak itu. Namun, ada pertanyaan yang belum dijawab secara lengkap, yaitu apa yang terjadi dengan masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa diprogramkan dan dibentuk dalam otak itu.

f. Psikolinguistik Eksperimen
Subdisiplin ini meliput dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada satu pihak dan perilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.

h. Psikolinguistik Terapan
Subdisiplin ini berkaitan dengan penerapan dari temuan-temuan enam sub disiplin psikolinguistik di atas ke dalam bidang-bidang tertentu yang memerlukannya. Yang termasuk subdisiplin ini ialah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca neurologi, psikiatri, komunikasi, dan susastra[12].

Hubungan Psikolinguistik dan Pembelajaran Bahasa

Pembelajaran bahasa mengacu pada proses pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya (B1). Untuk masalah yang dibicarakan ini ada pakar yang menyebut dengan istilah pembelajaran bahasa (leanguage learning) dan ada pula yang pemerolehan bahasa (language acquisition) kedua. Digunakannya istilah pembelajaran bahasa karena diyakini bahwa bahasa kedua dapat dikuasai hanya dengan proses belajar, dengan cara sengaja dan sadar. Hal ini berbeda dengan penguasaan bahasa pertama atau bahasa ibu yang diperoleh secara alamiah, secara tidak sadar di dalam lingkungan keluarga pengasuh kanak-kanak itu. Bagi mereka yang menggunakan istilah pemerolehan bahasa kedua (ketiga, dan seterusnya) beranggapan bahwa bahasa kedua itu juga merupakan sesuatu yang dapat diperoleh, baik secara formal dalam pendidikan formal, maupun informal dalam lingkungan kehidupan. Dalam masyarakat yang bilingual atau multibilingual pemerolehan bahasa kedua secara informal ini bisa saja terjadi, seperti di daerah pinggiran Jakarta di mana bahasa Melayu Betawi bertumpang tindih dengan bahasa Sunda, membuat banyak kanak-kanak sekaligus memperoleh kemampuan berbahasa Melayu dialek Jakarta dan berbahasa Sunda[13].

Psikolinguistik sangat erat hubungannya dengan pembelajaran bahasa, karena di samping ruang lingkup pembahasan psikolinguistik mencakup pembahasan fenomena pemerolehan dan pembelajaran bahasa, ia juga membahas bagaimana pembelajaran bahasa yang baik. Begitu juga pembelajaran bahasa Arab, yang mengikuti prinsip pendidikan, prinsip psikologis, dan prinsip linguistik, di mana ketiga prinsip ini merupakan titik temu antara linguistik dan pembelajaran bahasa. Di sini penulis akan memaparkan titik temu psikolinguistik dengan pembelajaran bahasa Arab berdasarkan prinsip pendidikan, psikologis, dan linguistik[14].

a. Prinsip Pendidikan

Prinsip ini berkaitan dengan komponen kurikulum, yaitu: tujuan, metode, materi, dan evaluasi pembelajaran. Dalam menentukan tujuan pembelajarannya, seorang guru bahasa Arab harus mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya: motivasi, kemampuan, perbedaan individu, dan lain-lain. Sedangkan metode pembelajaran bahasa, harus mengikuti pendekatan atau teori pembelajaran behaviorisme atau kognitivisme. Beberapa metode dengan pendekatan behaviorisme adalah metode langsung (الطريقة المباشرة),audiolingual (الطريقة السمعية الشفوية). Sedangkan metode dengan pendekatan kognitivisme di antaranya adalah metode silent way (الطريقة الصامتة), kaidah tarjamah (الطريقة القواعد و الترجمة). Begitu juga dalam materi pembelajaran bahasa Arab, guru juga harus menyesuaikan materi dengan kecenderungan pelajar (ميول الطلاب), signifikansi materi (أهمية) untuk pelajar[15].

b. Prinsip Psikologis
Dari sudut prinsip psikologis, dapat dilihat hubungan antara psikolinguistik dengan pembelajaran bahasa dari kaitan metode pembelajaran bahasa dengan teori psikologi pembelajaran. Ada dua teori besar psikologi pembelajaran yaitu behaviorisme dan kognitivisme. Teori behaviorisme memfokuskan pembelajaran dengan teknik pembiasaan, pengulangan, peniruan, penguatan, dan pengaruh, di mana teknik ini sesuai dengan metode langsung yang membiasakan pelajar dengan bahasa tujuan dengan meninggalkan bahasa asli pelajar, begitu juga audiolingual yang memfokuskan pembelajaran bahasa dengan meniru dan mengulang-ngulang pelajaran bahasa.
Sementara itu, teori kognitivisme memfokuskan pembelajaran bahasa dengan teknik pemahaman dan pendalaman dari segi kemampuan bahasa (الكفاية اللغوية). Daripada performansi bahasa (الأداء اللغوية) tersebut sebagaimana yang didengungkan oleh behaviorisme. Konsep ini sesuai dengan metode kaidah –tarjamah dan metode silent way[16].

c. Prinsip Linguistik
Dari sudut prinsip linguistik, kita dapat melihat hubungan antara psikolinguistik dengan pembelajaran bahasa dari kaitan metode pembelajaran bahasa dengan teori linguistik. Teori linguistik adalah teori yang mengkaji analisa bahasa, di mana ada dua aliran besar yaitu: strukturalisme dan transformatif-generatif.
Struktualisme menganggap asal bahasa adalah ucapan-ucapan yang dalam perjalanannya dirumuskan dengan tujuan memudahkan pembelajaran bahasa. Sehingga pembelajaran bahasa mestinya diajarkan dengan teknik peniruan, pembiasaan, pengulangan, sebagaimana pandangan behaviorisme. Sedangkan transformatif-generatif menganggap kaidah merupakan jembatan yang menghubungkan antara penutur dengan pendengar, sehingga keduanya harus menguasainya agar komunikasi seimbang. Oleh karena itu, teori ini berpandangan bahwa pembelajaran bahasa hendaknya memfokuskan kepada penguasaan kaidah bahasa, agar mempu berkomunikasi nantinya[17].
Demikianlah hubungan psikolinguistik dengan pembelajaran bahasa Arab berdasarkan tiga prinsip, yaitu prinsip pendidikan, prinsip psikologis, dan prinsip linguistik.




[1]Abdul Chaer, Psikolinguistik (Kajian Teoretik), (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), cet. II, hlm. 2
[2]Ibid., hlm. 5
[3]Henry Guntur Tarigan, Psikolinguistik, (Bandung: Angkasa, 1985), cet. II, hlm. 3
[4]Ibid., hlm. 3
[5]Ibid., hlm. 4
[6]Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), hlm. 7
[7]Abdul Chaer, Op. Cit., hlm. 5
[8]Eko Suroso, Psikolinguistik, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), hlm. 7
[9]http://kujuk-kujuknyalukman.blogspot.co.id/2012/03/bab-i-psikolinguistik-dan-kajiannya,html?m=1
[10]Eko Suroso, Op. Cit., hlm. 9
[11]Saska al Bahiyy, “Psikolinguistik dan Ruang Lingkupnya”, (http://saska-albahiyy.blogspot.co.id/2012/11/psikolinguistik-dan-ruang-lingkupnya.html?m=1 diakses pada 11 Maret 2017)
[12]Abdul Chaer, Op. Cit., hlm. 7
[13]Ibid., hlm. 242
[14]Mochamad Ismail, “Peranan Psikolinguistik dalam Pembelajaran Bahasa Arab”, (http://ejournal.uinda.gontor.ac.id/index.php/tadib/aticle/view/508 diakses pada 11 Maret 2017)
[15]Ibid
[16]Ibid
[17]Ibid


0 comments:

Post a Comment

Popular Posts