A.
Pengertian Psikologi
Banyak pengertian
psikologi yang dikemukakan para ahli yang masing-masing menekankan kepada sudut
pandang tersendiri. Perbedaan ini terjadi disebabkan metode maupun pendekatan
yang digunakan para ahli tersebut berbeda-beda dalam melihat permasalahan dari
psikologi itu sendiri. Berikut definisi psikologi dari beberapa tokoh:
1.
Wilhelm Wundt, psikologi adalah ilmu yang
mempelajari kesadaran manusia.
2.
Woodworth and Marquis, psikologi adalah tingkah
lagu manusia yang terlihat maupun yang tidak terlihat meliputi aktifitas fisik,
emosional, dan pikiran.
3.
Fieldman, psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku dan proses metal.
4.
Kamus Psikologi (Chaplin), psikologi sebagai suatu
ilmu pengetahuan adalah ilmu mengenai tingkah laku manusia dan binatang; studi
mengenai organisme dalam segala variasi dan kompleksitasnya, untuk mereaksi
terhadap perubahan yang terus menerus dan aliran dari kejadian-kejadian fisik
dan peristiwa-peristiwa sosial yang menyusun lingkungannya.[1]
Berdasarkan
pengertian diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi adalah
ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas gejala-gejala dan
aktifitas-aktifitas kejiwaan manusia yang berwujud tingkah laku, baik tingkah
laku yang terlihat dan tersembunyi pada manusia, baik selaku individu maupun
kelompok, dalam lingkungan.[2]
B.
Faktor- faktor Psikologi dalam
Pembelajaran Bahasa Arab
Berdasarkan penemuan
penelitian ditemukan bahwa pada umumnya siswa memiliki prestasi belajar yang
cukup baik, hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa berada pada kategori
cukup sehingga sangat perlu dilakukan pembinaan dari berbagai aspek karena
banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagaimana pendapat
Djali (2007:128) bahwa: Keberhasilan atau kegagalan siswa dalam mengikuti
pelajaran disekolah dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1.
Faktor internal, dari
siswa meliputi intelegensi, bakat, minat, motivasi, serta sikap.
2.
Faktor Eksternal yang
berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan fisik, sarana dan prasarana, lingkungan
sosial, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.[3]
1.
Faktor internal
a.
Intelegensi
Intelegensi adalah kamampuan
yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara
yang tertentu. Orang berfikir menggunakan pikiran (intelek)-nya. Cepat tidaknya
dan terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung kepada kemampuan
intelegensinya. Dilihat dari intelegensinya, kita dapat mengatakan seseorang
itu pandai atau bodoh, paidai sekali/cerdas (genius) atau pandir/dungu (idiot).[4]
Kecerdasan
merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa,
karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang
individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu
itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari
orang lain, seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor
psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan
pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru
professional, sehingga mereka dapat memahami tingakat kecerdasannya.
Beberapa ciri yang berhubungan dengan tingkat intelegensi
serta pengaruhnya terhadap proses belajar (Nana SY.S dan M. Surya.1975).
a)
Idiot IQ:0-29, idiot merupakan kelompok
individu yang terbelakang yang paling rendah, biasanya tidak bisa berbicara,
tidak dapat mengurus diri sendiri rata-rata pengembangan intelegensinya setara
dengan anak normal 2 tahun.
b)
Imbecile IQ: 30-40 kelompok imbelcile tingkatan
lebih tinggi dari idiot. Dapat belajar bahasa, dapat mengurus diri tetapi dalam
pengawasan, dalam kehidupanya selalu tergantung pada orang lain, kecerdasaanya
hampir sama dengan anak normal 3-7 tahun. Pendidikanaya bukan disekolah biasa.
c)
Moron atau debil IQ: 50-69, kelompok ini
tingkat dapat belajar membaca, menulis dan menghitung, akan tetapi
kebanyakan anak debil bersekolah di sekolah luar biasa.
d)
Kelompok bodoh IQ: 70-79 kelompok ini diatas
kelompok terbelakang dan dibawah kelomopok normal. Individu tersebut dapat
melanjutkan sekolah tingkat pertama tetapi sukar untuk melanjutkan tingkat yang
lebih tinggi.
e)
Normal rendah IQ; 80-89 kelomok ini termasuk
kelompok normal akan tetapi mereka agak lamban dalam belajar. Mampu
menyelesaikan tingkat pertama, tetapi akan sukar menuntaskan tingkat SLATA.
f)
Normal sedang IQ: 90-109 kelomopok ini termasuk
normal, mereka merupakan kelompok terbesar
presentasinya dalam populasi penduduk.
g)
Normal
tinggi IQ: 109-119 kelompok ini termasuk kelompok normal tetapi tingkat tinggi.
h)
Cerdas (superior) IQ: 120-129 kelompok ini sangat berhasil dalam belajar,
mereka seringkali
terdapat dikelas biasa, biasanya pemimpin berasal dari kalangan ini.
i)
Sangat cerdas (gifted) IQ: 130-139
kelompok ini lebih cakap dalam mambaca, pengetahuan bilangan sangat baik,
perbendaharan kata yang luas, memahami pengertian abstarak. Pada umumnya,
faktor kesehatan, kekuatan dan ketangkasan lebih menonjol.
j)
Genius IQ: 140 ke atas kelompok ini kemamapauanya
sanagat luar biasa. Mampu memecahakan masalah dan menemukan sesuatu yang baru.
Kelompok ini ada dikalangan semua ras dan bangsa. Contohnya: Edison dan Einstien.[5]
Pemahaman
tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru
atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau
psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan
yang mana, amat superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental.
Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga
untuk memprediksi kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat
kecerdasan peserta didik akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang
akan diberikan kepada siswa.
b.
Bakat
Faktor
psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Bakat atau
aptitude merupakan kecakapan potensial yang bersifat khusus, yaitu khusus dalam
suatu bidang atau kemampuan tertentu
Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang
yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya
sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil. Pada dasarnya setiap orang
mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan
kemampuannya masing-masing.
Karena itu, bakat juga diartikan sebagai
kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya
pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih
mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang mempelajari
bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri. Karena belajar juga
dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik,
orangtua, dan guru perlu memperhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh
anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung, ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.[6]
c.
Minat
Secara sederhana,minaat (interest) nerrti kecemnderungan
dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut
Reber (Syah, 2003) minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi
disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai factor internal lainnya, seperti
pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.
Namun
lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat
atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas,
seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau
dipelajaranya.Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa
digunakan. Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai
semenarik mingkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai
pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan
seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa
menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua,
pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika
jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.[7]
d.
Motivasi
Motivasi adalah kondisi fisiologis dan
psikologis yang terdapat dalal diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan).
Sedangkan motivasi dalam
belajar menurut Clayton Aldelfer adalah kecenderungan siswa dalam melakukan
kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi hasil
belajar sebaik mungkin.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi
dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan
dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca,
maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca karena membaca tidak hanya
menjadi aktivitas kesenangannyatetapi sudah mejadi kebutuhannya. Dalam proses
belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi
intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen, dalam Hayinah
(1992)yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar anatara lain adalah:
1)
Dorongan
ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas.
2)
Adanya
sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju.
3)
Adanya
keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang
penting, misalkan orang tua, saudara, guru, dan teman-teman.
4)
Adanya
kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna baginya.
Motivasi
ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberikan
pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, teladan guru, orangtua, danlain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungansecara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.[8]
e.
Sikap
Dalam
proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relatif tetap
terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara
positif maupun negative.
Sikap
juga merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu yang membawa diri
sesuia dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu mengakibatkan
terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa memperoleh
kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau
mengabaikan kesempatan belajar tersebut.
f.
Kebiasaan belajar
Dalam kegiatan sehari-hari
ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut
antara lain:
1)
Belajar pada akhir semester
2)
Belajar tidak teratur
3)
Menyia - nyiakan kesempatan belajar
4)
Bersekolah hanya untuk bergengsi
5)
Dating terlambat bergaya seperti
pemimpin
6)
Bergaya jantan seperti merokok, sok
menggurui teman lain
7)
Bergaya minta “belas kasihan” tanpa
belajar.
Kebiasaan-kebiasaan
buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah yang ada di kota besar, kota kecil,
pedesaan dan sekolah-sekolah lain. Untuk
sebagian orang, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidak mengertian
siswa pada arti belajar bagi diri sendiri. Hal seperti ini dapat diperbaiki
dengan pembinaan disiplin membelajarkan diri.
2.
Faktor Eksternal
Selain
karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga
dapat memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, faktor-faktor eksternal
yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu factor
lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.
a.
Lingkungan sosial
Yang termasuk lingkungan sosial adalah
pergaulan siswa dengan orang lain disekitarnya, sikap dan perilaku orang
disekitar siswa dan sebagainya. Lingkungan sosial yang banyak mempengaruhi
kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat
orangtua, peraktk pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, semuanya dapat
memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegitan belajar dan hasil yang
dicapai oleh siswa.
a)
Lingkungan sosial sekolah
Seperti guru, administrasi, dan
teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan
harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih
baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru
atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar.
b)
Lingkungan sosial masyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat tempat
tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh,
banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas
belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar,
diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya.
c)
Lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan ini sangat memengaruhi
kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga
(letak rumah), pengelolaankeluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap
aktivitas belajar siswa. Hubungan anatara anggota keluarga, orangtua, anak,
kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar
dengan baik.
b.
Lingkungan non sosial
a)
Lingkungan alamiah
Adalah lingkungan tempat tinggal anak
didik, hidup, dan berusaha didalamnya. Dalam hal ini keadaan suhu dan
kelembaban udara sangat berpengaruh dalam belajar anak didik. Anak didik akan
belajar lebih baik dalam keadaan udara yang segar. Dari kenyataan tersebut,
orang cenderung akan lebih nyaman belajar ketika pagi hari, selain karena daya
serap ketika itu tinggi. Begitu pula di lingkungan kelas. Suhu dan udara harus
diperhatikan. Agar hasil belajar memuaskan. Karena belajar dalam keadaan suhu
panas, tidak akan maksimal.
b)
Faktor instrumental
Yaitu perangkat belajar yang dapat
digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat
belajar, fasilitas belajar, lapangan olah raga dan lain sebagainya. Kedua,
software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, bukupanduan,
silabi dan lain sebagainya.
c)
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan
ke siswa).
Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan
usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru,
disesuaikandengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat
memberikan kontribusi yang postif terhadap aktivitas belajr siswa, maka guru
harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat
diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
[1] http://nurukomisa.wordpress.com
[2] Ibid.
[3] Dessy Mulyani, Hubungan Kesiapan Belajar
Siswa dengan Prestasi Belajar, Vol.2.no.1, Januari 2013, 30.
[4] Ngalim
Purwanto, 1995, Psikologi Pendidikan, Bandung: Ramadja Karya, hal: 54.
[5] Syamsu
Yusuf, 2010, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya. Hal 111
[6]
http://aghoestmoemet.blogspot.co.id
[7] https://ekosuprapto.wordpress.com
[8]
http://aghoestmoemet.blogspot.co.id
0 comments:
Post a Comment