Pengertian Nadzariyah Tahlil Al-Akhta/Teori
Analisis Kesalahan
Crystal mengungkapkan bahwa
analisis kesalahan adalah sebuah teknik untuk mengidentifikasi sistematis
kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa yang sedang belajar bahasa kedua
dengan menggunakan bahasa asing dengan menggunakan teori-teori atau
prosedur-prosedur berdasarkan linguistic.
Analisis kesalahan berbahasa
merupakan satu tindakan dan studi secara formal dan sistematik untuk
mengidentifikasikan kesulitan, hambatan, dan kendala dalam proses pembelajaran
bahasa bagi mereka yang berbeda latar belakang kebahasaan.[1]
Jadi analisis kesalahan
adalah suatu teknik yang digunakan oleh peneliti atau guru bahasa untuk
mengidentifikasi kesalahan, mengevaluasi kesalahn dalam bahasa seperti contoh
pemakaian bentuk-bentuk aturan unit kebahasaan yang meliputi kata, paragraph,
kalimat yang menyimpang dari system ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan.
Kebangkitan perhatian ilmuwan
terhadap analisis kesalahan berbahasa (Anakes) adalah hasil pencarian alternative
penjelasan kesalahan berbahasa disamping analisis kontrastif (Anakon). Analisis
kesalahan bahasa lebih menekankan aspek kreatif siswa pelajar bahasa dan
menempatkan siswa sebagai titik pusat pembelajaran bahasa dan pembelajaran B2
dibandingkan dengan anakon yang menekankan peran guru sebagai titik pusat.[2]
Langkah-langkah Nadzariyah Tahlil
Al-Akhta/Teori Analisis Kesalahan
Terdapat berbagai pendapat
tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam mengadakan analisis kesalahan
berbahasa. Menurut Corder langkah-langkah tersebut sebagai berikut:[3]
1. Mengumpulkan data
kesalahan kegiatan pada tahap pertama ini meliputi beberapa hal, yaitu:
·
Menetapkan luas sampel.
·
Menentukan media sampel (lisan atau tulisan)
·
Menentukan kehogenan sampel yang berkaitan dengan usia
pelajar, latar belakang B1, dan tahap perkembangan.
2. Mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan kesalahan
Pada tahap ini
kesalahan-kesalahan akan diidentifikasikan sesuai tingkat kesalahannnya. Apakah
keslahan tersebut termasuk dalam bidang fonologi, kesalahan dalam bidang
morfologi, kesalahan dalam bidang sintaksis ataukah kesalahan dalam bidang
semantik.
3. Menjelaskan
kesalahan
Kegiatan pada tahap ini
merupakan upaya untuk menjelaskan penyebab kesalahan tersebut dan akan
diberikan deskripsi mengapa kesalahan tersebut bisa terjadi dan bagaimana
proses terjadinya kesalahan tersebut. Kemudian diberikan solusi agar kesalahan
tersebut bisa dipertanggungjawabkan.
4. Kuantifikasi
kesalahan
Tahap untuk melihat
tingkat keseringan suatu kesalahan tersebut muncul. Dan hasilnya tidak
digunakan untuk melihat tingkat kesalahan yang dilakukan pembelajar.
5. Mengoreksi kesalahan
Dengan adanya
kesalahan-kesalahan yang ada atau yang sering terjadi maka akan dikoreksi dan
diperiksa agar dapat diambil langkah perbaikan selanjutnya.
Kesalahan Berbahasa
Dalam literatur
pengajaran bahasa, para sarjana membedakan 2 macam kesalah dalam berbahasa.
Dalam literatur bahasa inggris dipergunakan istilah dan dibedakan mistake dan
error.
Mistake adalah penyimpangan
yang disebabkan oleh faktor-faktor performance seperti keterbatasan ingatan
mengeja dalam lafal, tekanan emosional dan sebagainya. Kesalahan seperti ini
mudah diperbaiki jika penutur atau pembicara diingatkan. Sedangkan error adalah
penyimpangan-penyimpangan yang sistematis yang konsisten dan menjadi ciri khas
berbahasa siswa yang balajar bahasa pada tingkat tertentu.[4]
Berdasarkan taksonomi
kategori linguistik mengklarifikasikan kesalahan atas kesalahan komponen
bahasa, dalam komponen bahasa kesalahan diklarifikasikan menjadi:[5]
a. Klasifikasi pada
tataran fonologi, dalam tataran fonologi ini bahwa kesalahan yang terjadi
akibat kesalahan dalam mengucap dan kesalahan ejaan. Kesalahan dalam mengucap
apabila kita salah mengucap suatu kata sehingga menyimpang dari ucapan baku atau
bahkan menimbulkan perbedaan makna misalnya: enam diucapkan anam, anem rabu
diucapkan rabo asalan diucapkan alesan telur diucapkan telor dst. Sedangkan
kesalahan mengeja adalah kesalahan menuliskan kata atau kesalahan dalam
menggunakan tanda baca misalnya: melihat-lihat ditulis me-lihat2,
pertanggungjawaban ditulis pertanggung-jawaban.
b. Kesalahan morfologi
adalah kesalahan dalam memakai bahasa disebabkan salah memilih afiks salah
menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk, dan salah memilih bentu
kata misalnya: banyak pelajar-pelajar baris-baris ditanah lapang itu yang
seharusnya banyak pelajar yang berbaris ditanah lapang itu.
c. Kesalahan sintaksis
adalah kesalahan yang terjadi pada struktur kata, klausa, serta ketidak tepatan
pemakaian artikel. Misalnya: sampai bertemu lagi di lain kesempatan yang
seharusnya sampai bertemu lagi pada kesempatan lain.
d. Kesalahan leksikon
adalah kesalahan pemakaian kata yang kurang tepat. Misalnya: demikianlah agar
anda maklum dan atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih yang seharusnya
demikanlah agar anda maklum dan atas perhatian anda saya ucapkan terima
kasih.
Pemunculan Perhatian
Kepada Analisis Kesalahan
Ilmuwan pendidikan dan
pengajaran bahasa tidak puas akan teori-teori analisis kontranstif yang
hanya menjelaskan berbahasa siswa
berdasarkan interferensi antar bahasa B1 dan B2. terdapat banyak kesalahan yang
tidak dapat dijelaskan dengan teori anakon. Berdasarkan kenyataan itu orang
lalu mencari kemungkinan penjelasan yang akhirnya melahirkan anakes. Ada
argumen yang menjadi dasar pengembangan anakes sebagai sarana medagogi. 1)
anakes tidak mengalami keterbatasan penjelasan seperti anakon dengan interferesi
antar bahasa. Anakes menunjukkan banyak tipe kesalahan yang dilakukan pada
siswa misalnya kesalahan intralingual yang muncul karena siasat pembelajaran
yang salah. 2) anakaes menyajikan data yang aktual dan problem yang konkret.
Oleh karena itu, anakes lebih ekonomis dan efesien untuk menyusun runtunan
bahasa. 3) Anakes tidak dihadapkan dengan teori dan hipotesis yang rumit
seperti Anakon. Misalnya: dalam anakon orang harus melakukan satu telaah
tentang persamaan dan perbedaan antara B1 dan B2 yang kadang-kadang memang
sangat kompleks.
Berdasarkan argumen
diatas, wilkins berpendapat bahwa tidak penting untuk melakukan satu telaah
bandingan antara tata bahasa B1 dan B2. dengan teori[6]-teori
anakes orang dapat langsung menjelaskan kesalahan-kesalahan berbahasa siswa
dengan lebih memuaskan, lebih langsung, lebih berhasil, dan menghemat waktu.
Pendapat yang ekstrem ini ditanggapi pula sebagai satu kelemahan dari anakes
seperti yang telah dibuat oleh pakar anakon, demikian Duskova, Banathy dan
Madarasz, Richards, Schacter, dan Celce-Murcia.
Disamping pertentangan
antara anakon dan anakes terdapat pandangan yang lain yang dipelopori oleh para
linguis inggris, misalnya: Corder (1967, 1971, 1974) Strevens, (1970), Slinker
(1969,1972) dan Richards (1971, 1973) mereka membuka satu konsep lain dalam
hubungan dengan kesalahan berbahasa siswa. Konsep itu adalah bahasantara. Dengan
demikian, kita dapat memiliki konsep-konsep anakon dan konsep-konsep anakes,
disamping konsep bahasantara. Akan tetapi, harus diakui bahwa dalam literarur
tentang anakes tidak jelas benar perbedaan antara anakes dengan bahasantara.
Tujuan dan Manfaat
Analisis Kesalahan
Secara
tradisional tujuan dari diadakan tujuan analisis ini supaya para pengajar bisa
menganalisis kesalahan yang dialami oleh pembelajar B2. adapun manfaat dari
analisis kesalahan ini diharapkan dengan adanya analisis ini dapat membantu
guru dalam hal menentukan urutan bahan pengajaran, memutuskan untuk memberikan
penjelasan dan praktek yang diperlukan mengenai kesalahan-kesalahan yang
terjadi, memberikan remidi dan latihan-latihan apabila pembelajaran masih saja
melakukan kesalahan-kesalahan, melilih butir-butir kesalahan kedua untuk
keperluan tes profisiensi pembelajar.[7]
[1]Jos Daniel Parera, Linguistic Edukasional,
(Jakarta: Erlangga, 1997), hal.98.
[2]Jos Daniel Parera, Linguistic Edukasional,
(edisi kedua) (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1997), hal.140.
[3]Sujinah, Analisis Kesalahan Berbahasa
Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia, (Surabaya: 2004), hal.13.
[6]Jos Daniel Parera, Linguistic Edukasional,
(edisi kedua) (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama,
1997), hal. 141-142.
0 comments:
Post a Comment