Pengertian Belajar Bahasa Asing
Bahasa asing atau al-lughah al-ajnabiyyah dalam
bahasa arab dan foreign language dalam bahasa inggris secara umum adalah
bahasa yang digunakan oleh orang asing. Pengertian asing seperti
dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi IV (2008:93) adalah
orang atau sesuatu yang berasal dari luar negri atau luar lingkungan. Pengertian ini menggambarkan bahwa bahasa asing
adalah bahasa yang dipakai oleh orang luar negri atau luar lingkungan pribumi. Lebih jelas lagi, seorang
linguis kawakan Sri Utari Subyakto-Nababan (1993:3) menggambarkan bahwa bahasa
asing adalah bahasa yang digunakan oleh orang asing, yakni orang yang ada di
luar lingkungan masyarakat dalam kelompok atau bangsa.[1]
Bahasa merupakan fenomena
sosial yang tak terlepas dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Jadi
sejak manusia ada telah belajar bahasa secara alamiah, khususnya bahasa
keluarga yang diperlukannya untuk berkomunikasi dengan orang sekelilingnya,
artinya untuk dapat hidup sebagai makhluk yang bermasyarakat (atau makhluk
sosial). Dalam belajar bahasa seperti itu, tidak ada yang dapat disebut “guru”
dalam arti yang lazim, sehingga proses itu tidak dapat disebut “mengajar”
bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa “belajar” atau “mengetahui bahasa” tidak
selalu, bahkan sering, tidak melibatkan “pengajaran”. Yang harus ada dalam
keadaan belajar bahasa seperti ini ialah keperluan belajar atau memperoleh
suatu sistem komunikasi (bahasa), dan adanya contoh atau “model” komunikasi
itu. Atas dasar alasan ini, banyak ahli yang mengistilahkan belajar bahasa pada
situasi ini dengan “pemerolehan bahasa”.[2]
Seperti yang kita ketahui bahwa biasanya
seorang anak akan mempelajari bahasa yang pertama (first language), yaitu
bahasa ibu. Anak Indonesia biasanya menguasai Bahasa Indonesia atau bahasa
daerah sebagai bahasa yang pertama, oleh karena itu kita perlu membedakan
istilah bahasa pertama (asli, ibu, utama/first language) yang berwujud bahasa
daerah tertentu. Bahasa kedua (second language) yang berwujud
Bahasa Indonesia dan bahasa Asing.
Maksud dari belajar bahasa kedua yaitu bahasa
Asing adalah proses dimana seseorang mengakusisi sebuah bahasa lain setelah
lebih dahulu menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya. Berdasarkan
pengalaman, diketahui bahwa belajar bahasa kedua termasuk sukar, baik bahasa
yang digunakan secara umum dalam masyarakat luas maupun bahasa yang hanya
dipakai oleh orang asing.[3]
Hal-Hal Yang
Berkaitan Dengan Kemampuan Belajar Bahasa Pada Anak
Dalam era globalisasi seperti saat ini
rasanya wajar kalau sebagian orang tua beranggapan bahwa belajar bahasa Asing
mutlak diperlukan.Semakin cepat semakin baik.Para orangtua bersemangat
menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah yang berbasis internasional.
Untuk mengetahui sebetulnya berapa usia
terbaik atau paling optimum untuk seorang anak mempelajari bahasa kedua, kita
harus memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan kemampuan belajar bahasa
pada anak yaitu sebagai berikut:
a. Belajar bahasa merupakan proses alamiah
seorang anak
Dalam milestones perkembangan seorang bayi
mulai mengeluarkan 700 jenis bunyi atau babbling (mengoceh) pada usia 6 bulan.
Ia dapat menyerap hingga 2000 kosakata dari lingkungannya saat usia 4 tahun
(Kotulak, 1996).
b. Proses belajar bahasa pada Periode Kritis
(Crittical Period)
Berdasarkan hipotesis periode kritis, seorang
anak memiliki periode waktu dimana ia memiliki puncak skill mempelajari bahasa
kedua. Peneliti menyebutkan periode ini berlangsung pada 3 tahun pertama
kehidupan dan berakhir pada usia 6-7 tahun. Hal ini dihubungkan dengan
perkembangan fungsi otak yang plastis pada periode ini.
Setiap anak yang sehat terlahir dengan 100
milyar sel otak, dan masing-masing sel dapat membuat 20.000 koneksi.Seberapa
banyak sel membuat koneksi tergantung pada stimulasi lingkungannya (Diamond,
1988; Ornstein, 1984, 1986). 50% kemampuan belajar akan terbentuk dalam usia
satu tahun pertama dan 30 persen selanjutnya terbentuk sampai sekitar usia 8
tahun. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam tahun-tahun pertama
kehidupan seorang anak akan membentuk jarak belajar (learning pathways) yang
penting di dalam otak (Bloom, 1964). Teori ini dapat dibuktikan di sekolah
Swedia yang merupakan salah satu negara multilingual dimana dapat dijumpai
anak-anak usia 3 tahun dapat berbicara 3 bahasa dengan fasih (Dryden & Vos,
1997).
Peneliti lain berpendapat bahwa periode
kritis ini berlangsung hingga usia pubertas, dan inilah periode terbaik untuk
belajar bahasa kedua. Hingga usia 12 tahun otak bagaikan spons super yang dapat
menyerap segala sesuatu. Selain itu, dalam periode ini akan terbentuk fondasi
berpikir, berbahasa, penglihatan, attitude, aptitude dan karakter lain. Setelah
melewati tahap ini maka periode kritis akan berhenti dan arsitektur fundamental
otak telah sempurna terbentuk (Kotulak, 1996).
Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak
yang mempelajari lebih dari satu bahasa akan lebih kreatif, menunjukkan
kemampuan lebih baik dalam menyelesaikan permasalahan kompleks dan memiliki
nilai yang lebih baik dalam ujian. Sekali seorang anak menguasai bahasa kedua,
maka akan lebih mudah untuk memahami struktur bahasa selanjutnya. Secara
personal anak akan lebih percaya diri dapat berkomunikasi dengan orang asing.[4]
Kesiapan
Anak-Anak Mempelajari Bahasa Asing (Arab)
Pembelajaran bahasa Asing untuk anak-anak
yang dimaksud dalam tulisan ini adalah pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa
asing, bukan sebagai bahasa ibu. Artinya sebagai bahasa tambahan yang dipelajari oleh seseorang diluar
bahasa asli yang menjadi bahasa komunikasinya sehari-hari. Dan yang dimaksud dengan anak-anak adalah
mereka yang berusia antara 6 sampai 12 tahun, yaitu sampai mereka mencapai
penghujung “Masa Sekolah Bahasa Ibu”. Masa sekolah bahasa ibu adalah istilah
yang diperkenalkan oleh Johan Amos Comenisus yang membagi masa-masa
perkembangan manusia berdasarkan tingkat sekolah yang diduduki anak itu sesuai
dengan tingkat usia dan menurut bahasa yang dipelajarinya di sekolah.
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi
kesiapan siswa mempelajari bahasa asing adalah faktor usia. Terkait dengan faktor
usia ini, yang pasti disepakati oleh banyak pihak adalah tingkat kematangan
berbahasa anak yang diidentikkan dengan tingkat usia, mempunyai pengaruh besar
terhadap penguasaan bahasa asing. Lalu apakah anak-anak dianggap telah siap
untuk mempelajari bahasa asing? Ada yang beranggapan mereka sudah siap bahkan
semakin muda usia semakin mudah anak belajar bahasa asing dibandingkan orang
dewasa. Ada pula yang berpendapat, belajar bahasa asing sejak dini bukan
jaminan keberhasilan.
Beberapa alasan yang diajukan oleh
orang-orang yang menolak pembelajaran bahasa asing untuk anak-anak diantaranya
dikatakan dalam bukunya Doktor Ali Muhammad Al-Qosimi banyak ditemukan buku dan
artikel yang tidak percaya tentang hal memasukkan bahasa asing ke dalam materi
pembelajaran bagi pemula, alasan ini berdasarkan psikologi dan kesiapan anak, orang dewasa lebih mampu mempelajari bahasa
asing, pelajaran bahasa asing menyulitkan anak-anak, mempelajari bahasa
asing dapat menghalangi anak-anak menguasai bahasa ibunya dengan baik, dan
dualisme bahasa dapat menghalangi pertumbuhan kognisi dan efeksi anak-anak.
Dari segi kognitif, orang dewasa cenderung lebih sempurna dalam menguasai
kaidah ekplisit, yaitu tatabahasa. Namun dari segi afektif, yaitu sikap dan
sifat pribadi yang mendukung proses belajar bahasa kedua, orang tua cenderung
kurang dibandingkan anak-anak. Hal ini dilaporkan oleh hasil penelitian Taylor
pada tahun 1974 dan Schuman pada tahun 1975. Mereka
melaporkan bahwa anak-anak mempunyai kapasitas pribadi yang lebih besar daripada
orang dewasa. Anak-anak belum memiliki hambatan-hambatan psikologis tentang identitas
diri, yaitu misalnya rasa takut salah dalam menggunakan bahasa kedua. Mereka
tidak terhalangi dalam belajar bahasa kedua dengan sikap negative terhadap
penutur bahasa itu dan anak-anak pada umumnya mempunyai dorongan yang kuat
untuk belajar bahasa. Ini berarti bahwa anak-anak menghadapi tugas belajarnya
sebagi tugas yang ringan. Namun sebaliknya, seperti telah dikemukakan, orang
dewasa mempunyai beberapa keuntungan kognitif yang lebih baik daripada
anak-anak, terutama bila bahasa kedua dipelajari dalam situasi kelas dengan
banyak penekanan pada kaidah bahasa. Orang dewasa
mempunyai kapasitas ingatan yang lebih besar, cara berpikir yang lebih dewasa,
sehingga hal inipun menjadi pendorong belajar yang kuat. Terutama sekali bila
tujuan belajar berbahasa itu bersifat instrumental, yaitu bahasa sebagai alat. Misalnya, belajar bahasa untuk tujuan
perjalanan jauh ke luar negeri.
Sedangkan Doctor Qousi, seorang spesialis psikologi
pendidikan menyatakan bahwa pembelajaran bahasa asing pada usia dini itu lebih
baik, dan bahasa asing itu tidak akan berdampak negative bagi pengetahuannya
tentang bahasa ibu mereka. Bandingkan dengan alasan-alasan para pendukung
pengajaran bahasa asing untuk anak-anak berikut ini, yaitu :
a. Semakin hari kebutuhan akan
penguasaan bahasa asing semakin meningkat, karenanya harus dipersiapkan sejak
dini,
b. Secara sosial banyak
masyarakat yang menggunakan dua atau lebih bahasa untuk komunikasi sehari-hari
mereka, ada juga beberapa Negara yang memiliki lebih dari satu bahasa resmi,
c. Dari sudut pandang pendidikan,
mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak sejak dini berarti membekali mereka
dengan wawasan hidup yang mengglobal,
d. Anak-anak mempunyai kemampuan
yang luar biasa untuk belajar banyak bahasa, diantaranya kemampuan mereka untuk
meniru bunyi-bunyi bahasa yang tidak dimiliki orang dewasa,
e. Berdasarkan penelitian
terhadap perkembangan saraf-saraf otak manusia menunjukkan bahwa pada masa
anak-anak kondisinya fleksibel sehingga gampang untuk diperkenalkan dengan
beberapa bahasa,
f. Perkembangan bahasa manusia
bukan lahir begitu saja (garaziy/instinctive), tetapi harus dibiasakan,
g. Karena bahasa adalah kebiasaan
maka membiasakan anak-anak untuk berbahasa dengan beberapa bahasa sekaligus
sejak dini lebih gampang dari pada ketika mereka sudah dewasa dimana kebiasaan
berbahasanya sudah mapan dengan suatu bahasa tertentu dan susah diubah atau
diperbaiki.[5]
Usia Yang
Layak Untuk Belajar Bahasa Asin
Noam Chomsky, ahli bahasa kenamaan dari Amerika, mengatakan bahwa
seorang anak tidak dilahirkan bak piring kosong atau tabula rasa. Begitu
dilahirkan ia sudah dilengkapi dengan perangkat bahasa yang dinamakan Language
Acquisition Device (LAD). Perangkat LAD ini bersifat universal , dibawa
anak sejak lahir , sehingga dapat dikatakan ia sudah dibekali pengetahuan
tertentu tentang bahasa. Yang dibutuhkan untuk mengembangkan kemampuan
berbahasanya hanyalah masukan guna
mengaktifkan tombol-tombol universal itu. Sesungguhnya perangkat bahasa inilah
yang memungkinkan seseorang memperoleh bahasa apa pun.
Pertanyaannya, kapankah usia ideal untuk
belajar bahasa? Dalam hal ini, beberapa pakar bahasa
merujuk pada tesis “semakin dini anak belajar bahasa asing, semakin mudah
anak menguasai bahasa itu”. Misalnya, Mc Laughlin dan Genesee
menyatakan bahwa anak-anak lebih cepat memperoleh bahasa tanpa banyak kesukaran
dibandingkan dengan orang dewasa. Sama halnya juga dengan Biolinguist Eric H. Lennenberg yang berpendapat bahwa sebelum masa
pubertas, daya pikir otak anak lebih luntur, sehingga ia lebih mudah belajar
bahasa. Sedangkan sesudahnya ia akan makin berkurang
dan pencapaiannya pun tidak maksimal.
Selanjutnya, Dr. Bambang Kaswanti Purwo, ketua
program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Universitas Katolik Atma Jaya,
Jakarta, dalam sebuah tulisannya yang bertajuk pengajaran bahasa inggris di
SD dan SMP, menyebut bahwa usia 6-12 tahun merupakan masa emas atau paling
ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama). Alasannya, otak
anak masih plastis dan lentur, sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus.
Namun, bukan berarti orang dewasa tidak mampu
menguasai bahasa kedua (Bahasa Asing). Eric Lenneberg di lain sisi justru
mengemukakan bahwa orang dewasa dengan intelegensia rata-rata pun mampu
mempelajari bahasa kedua setelah usianya lebih dari 20 tahun. Bahkan ada yang
mampu belajar berkomunikasi bahasa asing pada usia 40 tahun.
Kenyataan itu tidaklah bertentangan dengan
hipotesis mengenai batasa usia untuk penguasaan bahasa karena penataan bahasa
pada otak sudah terbentuk pada masa kanak-kanak. Hanya saja lewat masa pubertas
terjadi “hambatan pembelajaran bahasa” (language learning blacks).“ jadi, maklum bila belajar bahasa setelah lewat
masa pubertas, justru lebih susah daripada ketika usia 15 atau 5 tahun,”ujar Bambang.
Pada penguasaan bahasa pertama dikenal istilah,
“masa kritis” pada penguasaan bahasa kedua (bahasa asing) terdapat istilah
“masa peka”. Berdasarkan penelitian Patkowski, masa peka penguasaan sintaksis
bahasa asing adalah masa sampai usia 15 tahun. Anak yang dihadapkan pada bahas
asing sebelum usia 15 tahun mampu menguasai sintaksis bahasa asing seperti
penutur asli. Sebaliknya, pada orang dewasa hampir tidak
mungkin aksen bahasa asing dapat diketahui.[6]
Sebelum mencapai umur belasan bawah, sekitar
umur 12 tahunan anak mempunyai kemampuan untuk memperoleh bahasa manapun yang
disajikan padanya secara natif. Hal ini tampak terutama pada aksennya. Gejala ini dinyatakan dalam hipotese yang
bernama Hipotese Umur Kritis (Critcal Age Hypothesis) yang diajukan oleh
Lenneberg (1967). Pada esensinya hipotesis ini mengatakan bahwa
antara umur 2 sampai dengan 12 tahun seorang anak dapat memperoleh bahasa
manapun dengan kemampuan seorang penutur asli. Jadi, seandainya ada keluarga
Amerika yang tinggal di Jakarta dan kemudian mereka melahirkan anak, dan anak
itu bergaul dengan orang-orang indonesia sampai dengan, katakanlah, umur 5-7
tahun, dia pasti akan dapat berbahasa Indonesia Jakarta seperti anak Jakarta
yang lain. Begitu juga sebaliknya: anak Indonesia yang lahir dan besar di New
York dan bergaul dengan orang-orang New York anak berbicara bahasa Inggris New
York seperti orang New York yang lain.
Hal seperti ini terjadi karena sebelum umur 12
tahun pada anak belum terjadi lateralisasi, yakni hemisfir kiri dan
hemisfir kanan belum “dipisah” untuk di beri tugas sendiri-sendiri.
Kedua-duanya masih lentur dan masih dapat menerima tugas apapun. Itu pulalah
sebabnya mengapa orang yang kena stroke pada umur di bawah sekitar 12
tahun akan dapat pulih 100% dalam memperoleh bahasa sedangkan orang dewasa akan
kecil kemungkinannya untuk sembuh total.
Setelah masa puber mulai, yakni umur 12 tahun,
lateralisasi terjadi. Otak sudah tidak sefkeksibel seperti sebelumnya. Kemampuan untuk berbahasa seperti penutur asli
sudah berkurang. VOT untuk bunyi Vois juga tidak akan akurat lagi. Hal-hal ini
lah yang menyebabkan mengapa orang dewasa yang belajar bahasa asing akan hampir
selalu kedengaran seperti orang asing, meskipun orang ini kemudian lama tinggal
di negara di mana bahasa itu di pakai sehari-hari. Dia mungkin sekali akan
dapat menguasai tatabahasanya dengan sempurna, tetapi aksen dia tetap akan
kentara sebagai aksen asing.
Hipotesis umur kritis banyak di perbincangkan
orang dan dianut banyak orang. Namun
demikian, ada pula yang menyanggahnya. Krashen (1972), misalnya beranggapan
bahwa literasi itu sudah terjadi jauh lebih awal, yakni sekitar umur 4-5 tahun.
Mengenai peran hemisfir dalam pemerolehan
bahasa pertama maupun bahasa kedua terdapat perbedaan pendapat. Dari penelitian ada yang
menemukan bahwa hemisfer kiri lebih banyak terlibat pada orang yanag bilingual
sejak kecil daripada yang bilingual setelah dewasa (Genese dkk1978 dalam
Steinberg dkk 2001: 329), penelitian Vaid (1987 dalam Steinberg 2001: 328)
menunjukan hal yang sebaliknya. Dia dapati bahwa bilingual
Perancis-Inggris yang mulai sejak umur 10-14 tahun malah banyak memakai
hemisfir kiri dibandingkan dengan bilingual yang mulai sebelum umur 4 tahun.[7]
[1]Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal 55
[2]Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran
Bahasa Arab (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal 29-30
[3]http://anasholeha161.blogspot.co.id/2017/01/ketentuan-usia-yang-layak-untuk-belajar.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2017
[4]http://anasholeha161.blogspot.co.id/2017/01/ketentuan-usia-yang-layak-untuk-belajar.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2017
[5]http://nazrulahmad05.blogspot.co.id/2012/05/umur-yang-layak-dalam-pembelajaran.html?m=1 diakses pada tanggal 7 Maret 2017
[6]https://books.google.co.id=usia+yang+layak+untuk+belajar+bahasa+asing+menurut+para+ahli diakses tanggal 14 Maret 2017 pukul 09:52
[7]Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik :
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Cet II, Jilid II (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005), hlm. 218-219
0 comments:
Post a Comment